Jumat, 13 April 2012

Pembinaan Kurikulum

Pembinaan Kurikulum
Pembinaan kurikulum merupakan upaya atau usaha yang perlu dilakukan agar kurikulum dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pembinaan kurikulum dilakukan dari tingkat pusat ke tingkat Dinas Provinsi, dilanjutkan ke tingkat Dinas Kabupaten, berlanjut ke Dinas Kota, dan berakhir di tingkat sekolah-sekolah. Pembinaan kurikulum menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi proses pendidikan di suatu negara. Adapun cakupan pembinaan kurikulum yang dilaksanakan dalam pendidikan di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1.    Pembinaan Kurikulum Struktural
Pembinaan kurikulum struktural dilaksanakan secara bertahap. Adapun prosedur pelaksanaannya, yaitu pembinaan kurikulum dari Pusat ->  Provinsi -> Kab/Kota -> Kecamatan -> Satuan Pendidikan. Akan tetapi, seringkali dalam pelaksanaannya, para tutor yang mengikuti pelatihan di tingkat pusat tidak mampu menurunkan materi yang didapatnya secara baik kepada daerah/provinsi. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti faktor kesehatan, kesibukan, prioritas, dan lain sebagainya. Selain itu,  pada tahap selanjutnya pun bisa terjadi hal-hal serupa sehingga menimbulkan perbedaan persepsi antar daerah, kab/kota, bahkan antar satuan pendidikan.
2.    Pembinaan Kurikulum Fungsional
Pembinaan kurikulum secara fungsional, tahapannya hampir sama dengan pembinaan kurikulum secara struktural. Akan tetapi, dalam pembinaan kurikulum secara fungsional hanya dilakukan oleh lembaga dan/atau orang yang berfungsi untuk membina dalam pembinaan dan pengimplementasian kurikulum yang tentunya berbidang kurikulum. Adapun pembinaan kurikulum diberikan oleh LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) kepada guru-guru dalam bentuk:
a.    KKG (Kelompok Kerja Guru)
b.    MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
c.    KKKS (Kelompok Kerja Kepada Sekolah)
d.    KKPS (Kelompok Kerja Pengawas Sekolah).

Konsep PAN dan PAP

Konsep tentang PAN dan PAP
1.    Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif.
Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normatif dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan variannya. Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif , antara lain:
a.    Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
b.    Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”.  Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
c.    Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
d.    Penilaian Acuan Normatif memiliki kecenderungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
e.    Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.

Sabtu, 11 Februari 2012

Orang berfilsafat itu selalu berpikir, tapi… apakah orang berpikir itu selalu berfilsafat?

Hey semua, pada kesempatan kali ini, yuk kita mengkaji sebuah kata cukup unik, yaitu “filsafat”. Ehm… ada yang tahu apa itu filsafat? Sebenernya untuk apa sih filsafat itu? Bahkan nih, dalam pendidikan juga ada yang namanya filsafat pendidikan lho… trus ada nih sebuah pertanyaan yang muncul dalam benak berikut: “Orang berfilsafat itu selalu berpikir, tapi apakah orang berpikir itu selalu berfilsafat?” mau tahu pembahasannya, yuk lanjut membacanya ya…

 Filsafat itu sebenarnya berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu dari kata “philos” yang berarti cinta yang sangat dalam dan “Sophia” yang berarti kearifan atau kebijakan. Jadi, filsafat secara harfiah yaitu cinta yang sangat mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Pada hakekatnya, filsafat itu dimulai dengan rasa ingin tahu dan dengan rasa ragu-ragu. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Adapun karakteristik berpikir filsafat adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas hanya mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri, tapi ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya.